Ia bertanya pada peri hutan,
Bagaimana rasanya tersenyum?Ia bertanya pada penjaga gerbang,
Bolehkah aku masuk?
Kaki mungilnya melangkah, setapak demi setapak
Sesuatu yang lembut menyentuh telapak kakinya
Terkadang, duri-duri itu ikut mengukir tanda di kulitnya
Menurutnya, tersenyum adalah impian sehingga semua yang dialami itu belum seberapa
Peri hutan memperingatkan,
Berjalanlah terus, jangan menoleh ke belakang.
Penjaga gerbang berpesan,
Berlarilah, saat kau terseret ke belakang.
Ia bersenandung pelan, mengingat
setiap kata dalam pesan
Ia tidak mengerti, sebab gelapnya
malam belum tibaIa masih melangkah, sebab peri hutan menjanjikannya kebahagiaan
Ia hanya seseorang yang meminta penjaga gerbang untuk membukakannya pintu
Lalu,
Malam pun tiba.Akar-akar dari pohon tua seolah hidup, mendekatinya
Membelit tubuhnya, menghentak, mengejar, mengancamnya
Setiap tanah, air, udara, langit, seolah menyatu menghempasnya
Mengusirnya keluar dari gerbang
Ia melihat tetesan darah dari
bagian-bagian tubuhnya
Ia mendengar jerit mengerikan
hingga menulikan telinganyaIa merasakan napasnya memburu
Ia tahu, ia tidak mampu bertahan
Peri hutan memperingatkan,
Berjalanlah terus, jangan menoleh ke belakang.
Penjaga gerbang berpesan,
Berlarilah, saat kau terseret ke belakang.
Menyerah saja!
Perintah itu terngiang, berasal
dari segala sudutMenghentikan langkahnya, membuatnya jatuh
Membuatnya merangkak, tersengal, terluka
Bukankah, peri hutan tahu bagaimana
rasanya tersenyum?
Bukankah, penjaga gerbang juga
menyadarinya?Bukankah, dirinya yang menginginkan semua ini terjadi?
Berjalanlah, berlarilah.
Senandung itu seolah membangunkan sesuatu dalam dirinya
Ia mungkin..., sedang berhalusinasi
Ia mungkin..., tahu ini nyata
Segala goresan yang terukir juga tidak berarti apa-apa
Peri hutan memperingatkan,
Berjalanlah terus, jangan
menoleh ke belakang.Penjaga gerbang berpesan,
Berlarilah, saat kau terseret ke belakang.
Sebuah sinar menghampiri kedua bola
matanya
Pandangannya terpusat akan cahayaSpektrum-spektrum warna berkumpul menjadi satu
Sejauh matanya mampu memandang
Ketika malam itu berlalu darinya
Ketika pergantian antara gelap dan
terang mengawasi kesadarannyaIa tahu senyuman bukanlah tujuannya
Ia tahu bahwa diizinkan masuk bukan satu-satunya jalan baginya
Peri hutan menyapanya,
Kau ingin tersenyum, kuberikan
kebahagianPenjaga gerbang merentangkan kedua tangannya,
Kau ingin masuk, langkahkan kakimu dan masuklah dengan mudah
Peri hutan dan penjaga gerbang itu menyimpulkan,
Tapi kau harus tahu bagaimana caranya mempertahankan sebuah kebahagiaan
-----------------------------------------------------------------------
This is the art of Mosaic
Assemblage of small piecesInto a wonderful picture
We know how to create
But we simply forget, the whole pictures, the main goal, the aim called -- together.
We recognize the small mistakes
We just ignore the happiest
momentWe consciously remember the heartache
We then breaking the way to smile
After all this moment we just
count the day without giving thanks to each other
We are right, we always right,
I am right, and you are wrongI get hurt, u might hurt, we have been doing all of the foolish thing
Unfortunately we argue and lost our time to feels warmth, to feels glad, to feels completely full.
But to go through together
We then know how to take a gratitude beyond all the arguments, pain, and selfishness
Taking a pieces and making into a great mosaic
Long way to the journey, because we have so much small pieces to be build up
---------------------------------------------------------------------
p.s: happy anniversary - in
advance.
Written by : Johana Melisa
Inspired
by:
The
words of "Mosaic Rile"
No comments:
Post a Comment