Aku terduduk di teras depan kamarku, bersandar pada dinding yang berhawa dingin. Suasana malam
itu sama sekali tidak menggugah minatku.Bintang di atas bersinar dengan amat terang, menutupi kegelapan langit yang kian menghitam.
Jarum panjang dan pendek di arlojiku sudah menghujam angka 12 saat ini. Aku mendesah pendek, temyata begitu cepatnya hari yang kulalui saat-saat ini. Sesekali aku menikmati jalannya malam dengan menyempatkan din i duduk mengamati langit di teras.
Pekerjaanku yang kian menumpuk membuatku susah sekali beristirahat, bahkan untuk beberapa menit saja. Aku Vannesa. Aku bekerja di bagian advertising pada sebuah perusahaan majalah. Tugasku mencari iklan ke sana-sini dan terkadang aku merangkap menjadi jumalis atau designer graphic.
Sebenarnya semua itu bukan tugasku, tapi karena bosku begitu mempercayaiku, ia menyerahkan semuanya padaku—apalagi untuk awal bulan, aku selalu saja sibuk, bahkan makan pun tak sempat. Bosku sendiri sedang mencari karyawan baru untuk meringankan bebanku, tapi tak ada satu pun orang yang bisa memenuhi syarat dan keinginan bosku itu. Aku pun terbebani lagi.
Semua itu kujalani nyaris 6 bulan. Kadang-kadang tubuhku seperti membatin pegal, namun semua itu kubiarkan saja. Ingin rasanya pindah dan i kantorku sekarang, namun akankah semudah itu mencari pekerjaan? Aku tidak ingin menjadi pengangguran, aku masih harus membiayai kebutuhan hidup adikku, Joshua. Aku tidak bisa dan aku tidak mau mengecewakan bosku dan hal itu akan membuatku kehilangan pekerjaan.
Malam ini rasa nyeri pada dadaku membuncah tinggi lagi. Aku kesulitan untuk benapas. Hampir setiap saat aku seperti ini, dan semua itu kubiarkan juga. Toh sakit itu juga akan berhenti. Kupikir, hal
itu biasa, aku sendiri terlalu memforsir diriku bila menyangkut pekerjaan.
*******