Mosaic Rile: Buat Aku Bahagia ( Cerpen Indonesia )

Saturday, May 14, 2016

Buat Aku Bahagia ( Cerpen Indonesia )

Namaku Rachel Ardina Chandra. Seumur hidupku, aku tak pemah merasakan kasih sayang, dan aku selalu merasa hidupku hanya untuk menjalani hari-hari yang penuh tekanan, ketakutan, dan segala kegundahan yang mungkin jarang sekali dirasakan orang lain.

Aku sering dijadikan alat pencari uang oleh Ibu kandungku sendiri. Mama sering menyuruhku berkencan dengan pria berusia 40 -an tahun, sudah berkali-kali aku menolak, tapi Mama tak penah menyerah memaksaku, atau- kalau tidak, menyiksaku. 

Tentu saja, hubunganku dengan Mama tak pemah mulus. Sudah beberapa kali terbersit rasa benci dan dendam padanya. Walaupun dia adalah wanita yang melahirkanku, aku hanya betpikir, semua itu tidak salah. Dalam pikiranku, tidak mungkin ada seorang Ibu yang tega menyakiti anak kandungnya sendiri!

Aku tidak tahu kenapa Mama begitu kejam terhadapku hanya untuk memperoleh uang. Aku hanya menduga kalau Mama tidak sanggup kehilangan wujud orang yang dicintainya, Papa. Papa suka sekali bermain wanita, dan akhimya dia selingkuh di belakang hidung Mama. Setelah mengetahui hal itu, Mama meminta cerai, dan dia jadi sering uring-uringan karena pencari nafkah di keluarga kami telah pergi, hingga aku-lab yang menjadi sasaran Mama untuk memperoleh biaya. 

Bertahun-tahun aku didera dengan keinginan untuk pergi sejauh mungkin, asal tidak lagi menuruti kemauan Mama. Berkencan dengan pria-pria semacam itu membuatku merasa jijik dengan lawan jenisku, hingga akhimya aku merasa aku tidak butuh mereka, dan aku bisa hidup sendiri.

Mama akhimya meninggal karena stroke hebat yang dideritanya. Aku pun hidup sendirian. Ambisi Mama untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya mempengaruhi jalan pikiranku, dan aku tumbuh menjadi orang yang suka bekerja keras.

Aku menempuh jalan apa saja untuk memperkaya diriku. Diusiaku yang masih 20 tahun, aku sudah menjabat menjadi asisten direktur di sebuah perusahaan fashion yang cukup terkenal. Dalam kamusku, uang adalah urutan pertama, aku akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang.

Memang, bagi yang tak mengenal aku, tak mungkin ada yang percaya kalau aku adalah direktur perusahaan fashion itu, karena SMP-pun, aku tak lulus. Tapi berkat Mama yang selalu memperkaya isi otakku dengan uang, maka dengan modal nekat aku melamar pekerjaan ketika aku berusia 19 tahun.

3 tahun aku meniti karir dengan susah payah. Tak perlu berbohong, aku sering menyogok atasanku untuk menaikkan posisiku, menggeser kursi orang lain, hingga berbuat apa yang tak pantas aku lakukan. Jabatan asisten direktur pun kuraih dengan kecurangan yang besar, tak ada satu pun pekerjaan yang kulakukan dengan bersih.

Walau berat rasanya, aku tetap bertingkah seperti orang yang tak punya masalah. Bagi orang yang mengenalku di luarnya saja, mereka menganggap aku adalah anugrah, aku adalah sosok yang piawai menjajaki dunia bisnis, dan aku hidup tanpa perlu khawatir kekurangan uang.

Mendengar hal itu, aku hanya tertawa saja. Ya, bagaimana tidak, aku mengenal diriku sendiri, dan aku jauh lebih kotor dari Ibuku ternyata. 

***

Aku duduk di Buggs Gabbane, kafe mahal di samping kantorku. Menghirup wangi kopi yang dapat membuatku santai sejenak. Lalu tiba-tiba seorang cowok berusia kira-kira 25 tahun menghampiriku.

"Hai, kau pasti Rachel Chandra, kan?" tanya orang itu.

Aku mengangguk singkat, dan kemudian meneguk kopiku lagi. Lalu cowok itu duduk di depanku, tersenyum dan memesan secangkir coffee latte. "Aku, Jonathan Roe,"

"Kau anaknya Yoel Sebastian Roe?" tanyaku, "Pemilik perusahaan Great Fashion?"

Jonathan tersenyum senang, "Wah, kau tahu juga."

"Yeah, tentu saja." Jawabku singkat. Aku melirik sekilas dirinya, dia termasuk golongan atas, wangi parfum mahal tercium dari jarak dekatku dengannya, dia tampan, dan pastinya dia kaya.

"Kau tahu tidak? Sudah lama, aku ingin mengenal Rachel Ardina Chandra, jujur saja, aku suka padamu," katanya langsung.

Aku mendengus. "Tidak ada yang pernah bilang seperti ini padaku, dan kau juga perlu tahu, aku tidak butuh kau, tapi uang," kataku dingin.

Jonathan menatapku dengan tampang serius, "Bagaimana kalau uang itu ada di tanganmu sekarang?"

"Aku ingin tahu seberapa besar uang yang mampu kau keluarkan," ujarku singkat, aku beranjak pergi, namun tangan Jonathan mencekal lenganku.

"Dompetmu," ujar Jonathan, aku meraihnya, namun ia naencegahku lagi dengan pertanyaan, "Wah, siapa wanita di foto itu?" tanya Jonathan.

"Ibuku, jangan/mengingatkanku soal dia," balasku, dan kali ini aku benar-benar pergi dari hadapannya.

***

Tiba-tiba pikiranku terlintas wajah Jonathan, terlintas pada suaranya yang berat dan dalam, dan aku benar-benar tak percaya mendengar ucapannya, kalau dia suka padaku. Ya, rnungkin terdengar aneh, tapi kata-kata itu, adalah pengakuan pertama yang kudengar dari mulut orang. Sudah 3 minggu berlalu sejak pertemuanku dengan Jonathan. Aku dan dia memang sering bertemu, dan jujur saja, aku selalu memanfaatkannya. Memanfaatkan segala kekayaan yang ia miliki, terakhir, aku memanfaatkan dirinya untuk menang tender dari perusahaan Ayahnya sendiri.

Hah, aku memang jahat, tapi Jonathan bodoh. Dia memilih membantuku menang tender daripada membantu perusahaan Ayahnya. Dia mau-mau saja kusuruh, mau-mau saja kuperas dengan terang-terangan, aku baru pertama kali mengenal orang sebodoh Jonathan.

Aku membuka laci kerjaku, ada sebuah surat tanpa nama yang tertuju padaku. Aku membacanya cepat-cepat:
"Hai, Rachel. Telah lama aku mengamati gerak-gerikmu. Kau itu memang licik! Tunggu saja, tunggu sampai aku membuka kedokmu. Tunggu sampai aku tahu kau menipu banyak orang demi uang! Ingat balk-baik, Rachel, aku punya banyak bukti tentangmu, dan kau bukanlah gadis pintar seperti yang dilihat semua orang. Topengmu terlalu banyak Berhentilah sebelum aku membuka semuanya."

Jantungku berdebar kencang setelah membaca surat kaleng itu. Tapi aku mencoba untuk tidak mempedulikannya, aku melemparnya ke tempat sampah.

Bunyi telepon berdering di telingaku, aku bergegas menangkatnya, "Halo?"

"Rachel, ini Jonathan,"

"Ada apa?"

"Pesta busana, ingat? Besok malam aku jemput di apartemenmu," kata Jonathan sebelum memutus sambungan teleponnya.

***

Nuansa di pesta busana amat sangat mendukung. Dekornya yang dirancang secara profesional membuat acara ini lebih hidup. Ada banyak orang-orang yang berusia di atasku datang, mereka tentunya adalah para perancang busana terkenal yang selalu up to date dalam perkembangan fashion di berbagai kalangan usia.

Aku datang bersama dengan Jonathan, sesuai dengan janjinya, dia menjemputku. Sekali lagi cara Jonathan berpakaian tampak tak bercela sedikit pun, harus kuakui, dia memang pintar memikat orang lain.

Acara pesta dimulai dengan sepatah dua patah kata dari orang-orang yang hadir di pesta, kemudian di puncak acara, seorang perancang busana memperlihatkan gaun pengantin yang dirancangmya, bergantian dengan model perhiasan wanita yang dibuat selama 5 tahun dan mengalami pembetulan selama 19 kali hingga hasilnya amat sangat luar biasa.

Aku mengambil segelas sirup ketika hidangan makanan sudah disediakan dan acara sudah sampai pada penghujungnya. Dan kemudian ada seseorang yang naik ke panggung, orang itu aku kenal sebagai Tara Lydisa, pemilik perusahaan lain yang pemah kalah tender denganku.

"Para hadirin yang terhormat," sapanya sopan, aku mengamatinya dengan seksama, daritadi matanya tertuju terus padaku. "Maaf sudah menganggu acara makan Bapak dan Ibu sekalian. Satu hal yang ingin saya ungkapkan di pesta yang sangat luar biasa ini, dan saya harap, ini akan berkesan di telinga Bapak dan lbu yang saya hormati," Tara tersenyum manis, "Tentunya para hadirin mengenal nama Nona Rachel Ardina Chandra, bukan? Berusia 23 tahun, yang sudah meniti karirnya hingga menjadi
asisten direktur di perusahaan Glamourous Fashion. Tapi, siapa yang menyangka kalau wanita ini bukanlah sosok sempurna seperti yang diharapkan? Rincian kecurangannya ada di tangan saya, identitas hidupnya telah saya lacak berkali-kali, yang pasti, wanita ini rela melakukan apa saja demi uang dan jabatan yang dia inginkan. Baru-baru ini dia dekat dengan Jonathan Roe, anak dari Yoel Sebastian Roe, mungkinkah kemenangan tender baru-baru ini dikarenakan Jonathan Sebastian Roe memihak dan memperlancar kecurangan dia? Tidak menutup kemungkinan kalau...,"

Aku tak lagi mendengar suara Tara. Air mata mengalir deras di telingaku, ternyata sakit rasanya dipermalukan di depan orang banyak, di depan rekan-rekan kerjaku, bawahanku, dan bahkan di depan orang yang belum mengenalku. Dan lebih sakitnya lagi, semua yang dikatakan Tara benar.

Aku berbalik pergi meninggalkan ruangan, aku tahu mata-mata itu menatapku dengan tajam, mungkin dengan pandangan mencela, menghina, menyudutkanku, hingga tak mampu rasanya aku mengangkat muka.

Kakiku letih berlari, aku terduduk lemas di sebuah taman yang sepi. Aku membenamkan wajahku pada kedua tanganku, menangis dalam diam. Tiba-tiba ada sepasang tangan yang merengkuhku dalam sebuah pelukan erat.

Aku tahu itu Jonathan, tapi aku tak berani berkata-kata padanya. Bertemu Jonathan, adalah hal yang tak kuinginkan sekarang ini, tapi anehnya aku malah mau-mau saja dipeluk olehnya.

"Sudahlah, Rachel, tidak akan ada apa-apa, oke?"

Aku melepas pelukkannya, "Kau tidak pernah merasakannya, kau tidak tahu bagaimana rasanya dipermalukan, dan lebih-lebih ucapan mereka benar!" jelasku lirih, "Aku melakukannya demi mendapatkan uang! Lebih dari itu aku ingin balas dendam, Jo, Mama dulu memaksaku berkencan dengan pria tua yang kaya, demi uang. Semua itu membuatku sakit hati, dan sampai akhirnya aku menyadari tak ada yang lebih penting daripada uang, yang akan raembuatmu hidup dan dipandang, tidak direndahkan!"

Jonathan terdiam sebentar, "Dan, apa kau merasa bahagia dengan jalan hidupmu?"

Aku memandang kedua bola matanya lama sekali, aku baru menyadari, selama ini aku takut hal seperti itu terjadi, aku takut memikirkan rencanaku tidak berhasil, dan semuanya dipenuhi dengan rasa takut, perasaan yang menggatnbarkan seseorang berada di ambang-ambang. Dan untuk menjawab semua itu, aku menggeleng pelan pada Jonathan.

Cowok itu tersenyum, "Tentu saja tidak, Rachel," dia membetulkan, "Begini, aku tahu kau pasti menganggapku bodoh. Bodoh karena menuruti apa saja kemauanmu. Tapi tahu mengapa aku melakukannya? Sama seperti yang pertama kali kubilang padamu, kalau aku suka padamu, dan melakukan semuanya karena ketulusan sebuah rasa, namanya cinta. Pemah dengar kata itu?" tanya Jonathan dan aku mengangguk, "Rachel, di dunia ini, ada hal yang lebih penting daripada uang, yaitu kebahagiaan. Rasa bahagia dalam dirimu hilang karena dendam dan ambisimu. Dan sebenarnya, yang membuatku berindak adalah rasa cinta. Karena cinta bahagia melihat orang yang dicintainya bahagia/" Terang Jonathan.

Aku mendengar kata-katanya hingga aku menangis lagi. "Buat aku bahagia, Jo."

"Dengan cinta?" tanya Jonathan.

Aku mengangguk.

Jonathan tersenyum padaku, dia memlukku lagi, aku mendengar suaranya yang berbisik di telingaku, "Tentu saja."


Oleh: Johanna Melissa

No comments:

Post a Comment