Mosaic Rile: Arti Dari Menemukanmu ( Cerpen Indonesia )

Saturday, May 7, 2016

Arti Dari Menemukanmu ( Cerpen Indonesia )

Sudah 2 tahun berlalu.... Sosok penolong itu menghilang.... Tanpa jejak, tanpa kabar, tanpa inisiatif. Aku, Si Riella yang selalu tetap kecil di matanya, masih berusaha menantinya dengan segala harapan yang masih tersisa.

Aku memandang langit. Kebiasaan yang tercipta setiap kali aku berada di pertenakan kuda milik Kakek. Dulunya, langit itu kutatap bersama dengan Raphael, kakakku. Seorang kakak yang amat kucintai dan yang mencintaiku. 

Ya..., sampai kapan pun, aku tak percaya dia sudah meninggal. Tidak, tidak pernah percaya. Hingga aku berumur 17 tahun pun, aku masih tetap ingin menangis ketika mengingat Raphael tak lagi ada di sampingku.

Aku akan memulai kisahku, 2 tahun yang lain. Dulu, setiap kali aku berlibur, kami sekeluarga pasti pergi ke pertenakan kuda Kakek. Kuda Kakek bermacam-macam, ada yang berwarna putih, cokelat, hitam, bahkan belang-belang sekali pun. Tapi tak semua kuda yang dimiliki Kakek adalah kuda jinak.

Aku dan Raphael sering bertanding dalam hal tebak-tebakan. Kita akan menunggangi kuda-kuda Kakek, mencoba membuatnya jinak, atau malah kita yang terlempar dari punggung kuda itu.

Suatu saat, aku menunggangi kuda yang rupanya kuda liar. Awalnya kuda itu mau-mau saja ditunggangi, tapi lama-kelamaan, dia marah dan membuatku terjatuh. Tak sampai di situ saja, kuda itu malah mengejarku.

Melihat hal itu, Raphael langsung mencegat si kuda putih. Tapi memang dasar kuda, kuda itu tetap saja tak mau berhenti mendengar kata 'stop' dari Raphael. Dia malah mengejar kami, dan akhirnya Raphael naik ke punggung kuda putih, dan mencoba menghentikarmya.

Aku terdiam saja karena takut. Tapi kuda yang ditunggangi Raphael malah semakin liar. Kuda itu meronta-ronta, mencoba membuat Raphael turun dari punggungnya. Karena Raphael bersikeras ingin menghentikan kuda itu, kuda itu pun membawa Raphael lari dalam kecepatan tinggi.

Lalu, kuda itu bergerak menuju arah yang jauh dari pandangan mata, Raphael dibawanya. Beberapa saat kemudian aku tak lagi mematung, aku mencoba mengejar Raphael seorang diri dengan kuda jinak Kakek. Tapi Raphael tidak ada. 

Aku mencarinya hingga larut malam. Sampai akhimya kutemukan kuda putih yang tadi mengejarku dan membawa pergi Raphael. Aku melihat kuda itu begitu tenang, mengendus-endus rumput di bawahnya. Aku begitu cemas saat itu, aku takut sekali Raphael terluka. Tapi bukan saja terluka, Raphael malah menghilang. Orangtuaku juga ikut mencari, tapi mereka juga tak menemukan Raphael. Kakek pemah bilang, padang rumput itu memang luas, tapi kuda putih yang ditunggangi Raphael berlari menuju arah yang Kakek yakini adalah lembah yang curam. Dan dengan segala perhitungan yang matang, Kakek menyimpulkan Raphael jatuh ke lembah itu.

Dan hingga 2 tahun berlalu, Raphael tak juga ditemukan. Setiap kali mengingat hal itu, aku selalu menyalahkan diriku sendiri. Tapi Mama menghiburku terus-menerus, berkata kalau dia adalah sosok pelindung yang melindungiku hingga akhir hidupnya, dan sekarang pasti ada di sampingku, sebagai malaikat pelindungku. Aku begitu ingin percaya pada Mama, tapi rasanya aku lebih ingin Raphael menjadi sosok yang nyata dan terlihat, aku tak ingin dia menjadi malaikat.

Aku mendesah pelan. Aku tak ingin menerima kenyataan kalau Raphael telah pergi. Aku berharap Raphael masih hidup, dan mungkin saja kami tidak teliti rnencarinya.
"Kenapa, Riella?" tanya Kakek.

Aku tersenyum pada Kakek. "Mengingat Raphael, Kek. Kangen sekali padanya," ujarku jujur.

"Dia ada di sampingmu, juga di hatimu, Nak. Percayalah, Raphael tidak pernah pergi dari sisimu," tegas Kakek, tersenyum ke arahku, lalu masuk ke dalam rumahnya.

Aku menghela napas sekali lagi. Aku berjalan menuju pertenakan kuda. Perkarangannya sudah sepi, tak ada satu pun kuda yang bebas berkeliaran di padang rumput berbentuk elips itu.

Aku beranjak ke arah kandang kuda yang letaknya tak jauh dari padang rumput. Berkeliling hingga akhirnya kutemukan si kuda putih, kuda yang sudah merebut kakakku. Aku mernanggilnya Thief, karena dia mencuri Raphael dariku.

Aku mengelus Thief pelan-pelan, melepaskannya dari kandangnya dan menaiki punggung Thief. Aku mengarahkan kuda itu ke arah padang rumput yang dipagari pagar-pagar kayu, betputar-putar di sekitarnya.

"Lama tidak bertemu ya, Thief," gumamku pada si kuda. Kuda itu membawaku dengan tenang, "Semenjak kau mencuri Raphael dariku. Kapan kau mau mengembalikannya, Thief?" tanyaku.

Kuda itu mengeluarkan bunyi yang tak bisa kupahami. Lalu tiba-tiba aku merasakan kecepatan kuda itu meningkat, dan akhirnya dia berlati. Aku gemetar, aku takut kuda itu membawaku pergi. Tapi aku tak bisa rnemegang kuat leher si Thief, dan aku terjatuh.

"Stop!" seseorang berseru menghadang si kuda. Thief tak mau berhenti. Kusangka cowok yang menyuruh Thief berhenti itu akan ditabrak oleh Thief, tapi rupanya orang itu menunggangi Thief.

"Jangan!" seruku takut.

Aku takut Thief membawa orang itu ke arah lernbah, aku tak mau kejadiannya sama seperti Thief membawa Raphael. Tak lama, orang itu terjatuh lagi. Kuda itu sekarang bersikap amat liar dan berlari ke arahku, mengejarku.

Aku tak bisa bergerak, aku mendengar cowok itu berteriak padaku. Sejurus kemudian aku merasakan tubuhku dilempar oleh cowok itu, dia memelukku, melindungiku dari serangan si kuda.

Tapi ternyata Thief berhenti. Dia tidak menabrak cowok yang melindungiku sekarang. Cowok itu masih tetap memelukku, dan kernudian, aku menangkap pandangan matanya. Cowok itu langsung melepas pelukkannya.

"Raphael," gumamku lirih.

"Raphael? Kau tahu namaku?" tanya cowok itu.

"Temyata si Thief di sini," seseorang bersuara cukup keras, pria itu memandang ke arah kami, "Kuda ini memang kuda terliar yang sulit dijinakkan. Nah, Riella, lainkali jangan membawa kuda ini keluar tanpa izin ya," pesannya dan aku mengangguk. Pria itu membawa Thief pergi

Aku kembali memandang sosok di depanku. Kedua bola matanya, seperti mata Raphael. Dan aku yakin dia Raphael, kakakku.

"Kau... benar-benar Raphael, kan?" tanyaku.

Dia mengangguk, "Ya, aku Raphael, dari mana kau tahu namaku?"

"Aku Riellal Kau tidak kenal aku lagi?"

"Aku memang tidak mengenalmu, kan?" Raphael balas bertanya.

"Aku adikmu Kau menghilang 2 tahun yang lalu, dan sampai detik in aku masih mengharapkamnu muncul di depankul Apa kau lupa? Tak mungkin kau melupakannya, kan?" aku bertanya bertubi-tubi.

Tiba-tiba Raphael tertawa kecil. "Kau salah orang rupanya, aku tak punya adik, anak tunggal, ralatnya.
Aku menggeleng. "Kau pasti lupa ingatan. Tidak mungkin kau anak tunggal Kau punya adik," aku bersikeras meyakinkannya.

"Untuk apa aku berbohong? Aku datang berlibur ke sini, bersama keluargaku. Kalau kau tidak percaya, kau bisa datang ke penginapan dekat sini," katanya.

Air mataku terjatuh begitu saja. Dia tampak terkejut melihatku. Kakiku lemas menopang tubuhku, aku terduduk di rerumputan. Raphael berlutut sambil menyetarai tingginya denganku sekarang, dia menatapku. Aku tak kuat menatapnya, tatapannya sama persis dengan tatapan Raphael.

"Kenapa... kenapa bukan Raphael kakakku?" gumamku tak berdaya.

Raphael menunduk, "Maaf," ujarya pelan.

Air mataku semakin deras mengalir, aku menangis mendengar perkataan maafnya, ya..., perkataan itu menandakan dia memang bukan Raphael. Tapi cowok itu memelukku untuk meredakan tangisku.

"Kenapa tidak mengaku sebagai kakakku saja? Kenapa aku bertemu dengan Raphael? Kau?" aku bergumam lagi dalam pelukannya.

"Mungkin..., aku dilahirkan sebagai pengganti kakalcmu," bisik Raphael. Aku melepas pelukkannya, lalu dia menghapus air mataku. "Sebenarnya, apa yang terjadi, Riella?" tanya Raphael.

Aku terdiam. Beberapa saat kemudian aku menceritakan kejadian hilangnya Kakakku 2 tahun yang lalu. "Dia menghilang sejak saat itu...," ujarku mengakhiri cerita.

"Dia pasti Raphael yang sangat menyayangimu ya," gumam Raphael.

"Tahu tidak? Matamu... mirip dengan Raphael. Karena itu aku mengira kau Raphael. Aku seolah merasa sudah menemukan Raphael kembali, seolah sudah menebus kesalahanku selama 2 tahun sehingga Tuhan mau mengembalikan Raphael padaku, tapi rupanya tidak... rupanya kau Raphael yang lain," kataku lirih.

"Sudahlah," hiburnya, "Yang penting kau sudah menemukan Raphael yang lain, kan?"

"Menemukan?"

"Yeah, aku akan menjadi Raphael yang kau inginkan, seperti kakakmu," Aku tersenyum padanya.

***

Aku pikir perkataan Raphael itu hanyalah ucapan belaka. Jujur saja, aku tak ingin mempercayai perkataan Raphael saat itu, aku tidak mau merasakan kehilangan lagi kalau- kalau Raphael hanya berkata tmtuk menghiburku saja.

Tapi rupanya tidak. Dan kebetulan, Raphael sekeluarga barn saja pindah ke kompleks di perumahanku, jadi rumahku dan dia tidak jauh. Raphael benar-benar memenuhi janjinya, padahal saat itu kita hanya kebetulan bertemu.

Suara bel pintu rumahku berbunyi. Aku bergegas ke arah pintu, membukakan untuk si pengetuk pintu.

"Hai, Riella," sapa Raphael.

Aku tersenyum ke arahnya, "Hai,"

"Raphael, jaga Riella ya!!" Mama berseru dari arah dapur.

Mama sudah tahu kedekatanku dengan Raphael. Mama bahkan menganggap Raphael sebagai anaknya sendiri. Raphael memandangku sambil tersenyum, "Kita jalan sekarang saja," ajaknya.

Kami hanya menghabiskan waktu di sekitar kompleks perumahanku. Aku dan dia berjalan beriringan. Aku seolah kembali pada masa-masa Raphael, kakakku, ketika dia masih hidup. Kami sering menghabiskan sore dengan berjalan berkeliling sama-sama.

2 tahun yang kosong itu kini diisi oleh Raphael yang tak sengaja kutemukan. Sosok yang sama seperti kakakku. Bedanya, kakakku adalah malaikat pelindungku, dan Raphael yang ada di sampingku adalah sosok nyatanya.

"Raphael," panggilku, "Thanks, ya," ujarku.

"Untuk apa?"

"Menjadi Raphael," jawabku. Aku terdiam sebentar, kemudian membuka suara, "Apa kau sayang padaku? Seperti rasa sayang kakakku?"

Raphael mengangguk. "Ya, tentu saja, Riella," jawabnya pasti, "Bukan hanya sayang. Aku juga mencintaimu," katanya.

Aku tersenyum padanya, membiarkan tangannya menggenggam tanganku. Rasa hangatnya mengalir ke dalam tubuhku di tengah-tengah suasana dingin yang menusuk tulang.

Mungkin dia memang bukanlah Raphael yang dulu. Mungkin Raphael yang kini bukanlah kakakku lagi, tapi setidaknya, aku bersyukur menemukan seorang Raphael yang baru, yang juga menyayangiku.

Aku baru merasakan bagaimana arti dari menemukan itu sendiri. Rasanya begitu bahagia, karena kau menemukan kembali apa yang kau cari.... Ya, meskipun orang yang kutemukan itu adalah pengganti Raphael.


Oleh : Johanna Melissa

No comments:

Post a Comment